Minggu, 04 Desember 2011

Struktur Masyarakat Jawa:Pertumbuhan Daerah Perkotaan Di Jawa

Pertumbuhan Daerah Perkotaan Di Jawa

Kota dalam masa merupakan pusat admnistratif semasa pemerintahan kolonial belanda.Kota kota merupakan pusat kerajaan,pusat kegiatan agama atau pelabuhan (Wertheim 1964:170-172)
Pada masyarakat jawa,pusat kerajaan dahuluhanya merupakan tempat tinggal raja dan orang-orang terdekatnya.Istana raja dikelilingi oleh tempat tinggal para pegawai istana dan orang-orang lain yang menyumbangkan barang dan jasa kepada istana.Pusat kegiatan agama terdiri dari sebuah bangunan ke agamaan yang biasanya berupa candi atau stupa,atau sekelompok monument monument keagamaan yang dikelilingi oleh biara-biara dan tempat tempat tinggal orang yang mempunyai tugas menjaga dan merawat bangunan bangunan suci tersebut.
            Kota pelabuhan memiliki suatu bagian khusu sdimana para bangsawan tinggal dan suatu bagian lainya untuk tempat berkelompok orang asing seperti orang Parsi,Gujarat,orang Melayu dan orang Arab.
            Dalam The Pre-Industral City (1955) Menurut Gideon Sjoberg telah menggambarkan dari suatu bentuk kotakuno.Dalam karangan H.J van Mook mengenai kota jawa zaman dahulu,yaitu Kota Gede di Yogyakata.Dimana sekarang masih terdapat sisa sisa organisasi zamandahulu
            Kota terkecil di pulauJwaadalahpusatkecamatan yang dipimpin oleh seorang pegawai berpangkat penewu.Kota kota ini biasanya luasnya tidak lebih besar dari suatu desa dengan penduduk yang jumlahnya kurang dari 10000 jiwa dalam tahun 1930 dimana belum ada aliran listrik dan seringkali belum terwujud sebagai sebuah kota. Setingkat lebih tinggi adalah ibukota distrik dengan seorang Wedana sebagai kepala daerahnya.Kota ini biasanya berpenduduk 10000 sampai 25000 orang. Koa kota yang dikepalai oleh bupati yang merupakan pangkat tertinggi yang bias dicapai oleh pegawai pribumi. Menurut sensus pada tahun 1930 biasanya yang berpenduduk antara 25000 dan 100000 orang.Daerah yang yang dikuasai oleh bupati adalah Kabupaten atau regentschap,yang pada awal abad ke 20 berjumlah 81 buah yang digolongkan kedalam kesatuan kesatuan yang lebih luas lagi ialah Karesidenan atau residentie.Hingga tahun 1940 suatu karisedenan di Jawa dikepalai oleh pegawai Belanda.Ibu kota karisedenan adalah kota dengan jumlah penduduk 100000 sampai 150000 penduduk dalam tahun 1930
            Angka-angka dari tahun 1961 dan 1971 menunjukan bahwa penduduk kota di Jawa bertambah dengan suatu laju sebesar 3,7 % sedangkan penduduk pedesaan hanya dengan angka 1,9 %.Sebab dari gerak urbanisasi itu,kecuali oleh sebab sebab yang biasa.juga disebabkan kaerena keadaan yang tidak aman didaerah pedesaan dalam kedua dasawarsa pertama setelah kemerdekaan
            Kota kota administrative dizaman sebelum Perang Dunia 1 dikuasai oleh oleh pegawai pamong praja dan pemerintahan daerah dan kaum intelegensia dan orang-oang peranakan Belanda (TiyangLandhiLondho). Ada juga orang Belandaberwiraswasta,manajer-manajerperusahaanBelanda Indo. Para pegawai pangreh praja dan intelegensia Jawa hanya menduduk ijabatan-jabatan yang lebih rendah dari pada pegawai-pegawai Belanda maupun Belanda-Indo.Mereka adalah para Priyayi dan mempunyai gaya hidup yang memandang rendah segala pekerjaan yang dilakukan dengan tangan maupun pekerjaan sebagai pedagang.Ada beberapa orang Jawa yang menjadi pedagang (Sodagar).Mereka biasany atinggal di bagian kota yang dinamakan yaitu kauman yang letaknya berdekatan dengan masjid,
            Dalam system hokum HindiaBelanda ada perbedaan yang nyata antara penduduk Tionghoa dengan masyarakat pribumi.Perbedaan ini menyebabkan makin lebarnya jurang pemisah antara kedua golongan sosial itu.Orang Tionghoa termasuk dalam kategori Vreemde Onsterlingen atau Orang Timur Asing dan orang jawa termasuk dalam kategori Inlanders atau pribumi.

1 komentar:

  1. terimakasih atas informasinya.
    tulisan anda memaparkan tentang hasil penelitian tahun berapa ya??
    agaknya sekarang sudah agak tidak valid...
    ditunggu update nya ya...makasi...

    BalasHapus