Senin, 19 Maret 2012

Indonesia Paradiso Of Drugs:Dari Polisi Sampai Remaja Kampung


Indonesia Surganya Narkoba.Mungkin ungkapan tersebut tidak salah untuk menggambarkan kondisipernarkobaan di Indonesia saat ini.Miris memang melihat Indonesia menjadi sebuah negara pengedar narkoba terbesar di dunia bersama Columbia dan China.Ironis memang.Di Negara Paman Sam Amerika Serikat sendiri.Berdasarkan penelitian dari National Survey on Drug Use and health atau NSDUH,pada tahun 2008 jumlah penyalahgunaan shabu berkisar 300 ribuan jiwa,dan setahun berselang,prevalensi penyalahgunaan shabu ini mencapai 500 ribu jiwa lebih.Sehingga mampu dikatakan ada peningkatan sebanyak 40%. Namun pada tahun 2010,tern shabu kembali turun  hingga angka 350 ribu jiwa.(Survey National Drugs Report of US).


Yang paling hangat hangat 'tahi ayam " adalah kasus narkoba yang melibatkan polisi masih saja terus terjadi. Polisi yang bertugas memberantas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan narkoba, justru terlibat kriminal. Dalam dua pekan belakangan ini saja, sudah tiga polisi ditangkap karena penyalahgunaan narkotika. Pada Rabu (14/3), misalnya, seorang polisi berpangkat brigadir dibekuk lantaran kedapatan membawa sabu di kawasan Daan Mogot, Jakarta. Sebelumnya, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak yang bertugas di Polres Jakarta Selatan juga ditangkap dalam kasus serupa. Seorang berjabatan Kepala Polisi Sektor Cibarusah, Bekasi, bahkan kedapatan mengonsumsi narkoba di rumah dinasnya. 
Keterlibatan polisi dalam penyalahgunaan narkoba, entah pemakai atau pengedar, jelas sangat memprihatinkan sekaligus memalukan. Celakanya, kejahatan narkoba itu tak cuma dimonopoli polisi.

Pada Januari lalu, seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, tertangkap basah sedang mengonsumsi narkotika jenis sabu.
Bukan itu saja, petugas LP juga kerap terlibat dalam jaringan narkoba.

Banyaknya aparat penegak hukum yang terlibat kasus narkoba itu seperti meneguhkan pernyataan bahwa Indonesia memang surga narkoba dunia. Tidak mengherankan, meski upaya pemberantasan terus dilakukan, peredaran narkoba tak kunjung bisa dihentikan.
Itu sebabnya, Indonesia kini dinilai banyak kalangan sedang dalam kondisi darurat narkoba. Fakta memang memperlihatkan tidak ada satu pun daerah atau kawasan di Tanah Air yang bebas narkoba.
Karena itu, keterlibatan aparat penegak hukum--terutama polisi--dalam kasus narkoba tidak boleh dipandang sebagai urusan dan tanggung jawab pribadi sebagai oknum, tapi haruslah dilihat dalam kacamata institusi.
Dengan demikian, seluruh petinggi institusi harus berani mengambil langkah keras, tegas, dan konsisten terhadap jajarannya yang terlibat kasus narkoba. Sanksi yang diberikan terhadap penegak hukum yang melanggar hukum mestinya dibikin seberat-beratnya sehingga memberikan efek jera.
Apalagi bila itu menyangkut institusi kepolisian. Sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan kejahatan, aparat kepolisian haruslah bebas dari lingkaran kejahatan.
Pemberantasan narkoba membutuhkan komitmen kuat dari negara. Pemberantasan akan sia-sia jika upaya penanggulangannya hanya berputar-putar sebatas wacana.
Kepolisian juga tidak cukup hanya meminta maaf atas keterlibatan anggota mereka sembari selalu menyebut itu dilakukan oknum. Permintaan maaf harus dibarengi pembersihan secara sistemis di institusi tersebut.




Sumber: 
http://regional.kompasiana.com.
http://www.bnn.go.id


Oleh: Mohammad Rizal Febri Ibrahim
Jurusan Sosilogi dan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial

Universutas Negeri Semarang
»»  Selengkapnya...

Rabu, 28 Desember 2011

Bahan Ajar Materi Penyimpangan Sosial

BAHAN AJAR



A. PERILAKU MENYIMPANG
Ada beberapa definisi penyimpangan sosial yang diajukan para sosiolog, antara lain :
1.      James Vander Zandar
Ø  Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
2.      Robert M.Z. Lawang
Ø  Perilaku menyimpang adalah Semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu system sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam system itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
3.      Bruce J. Cohen
Ø  Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
4.      Paul B. Horton
Ø  Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

            Dari definisi-definisi diatas, pengertian perilaku menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi karena seseorang mengabaikan norma atau tidak memenuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negative.

B.     FAKTOR PENYEBAB
a.       Sudut pandang sosiologi
Proses interaksi sosial, interaksi nilai, dan control sosial, tidak selalu sempurna. Selalu ada hal-hal yang bisa mengakibatkan perilaku sosial seseorang tidak sesuai tuntutan masyarakat. Akibatnya, terjadilah perilaku menyimpang.
1)      Perilaku menyimpang karena sosialisasi.
Dalam sosialisasi, individu menyerap norma dan nilai, perilaku menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengamatan nilai-nilai tersebut. Seseorang biasanya menyerap nilai-nilai dan norma-norma dari beberapa orang yang cocok dengan dirinya saja. Akibatnya, jika ia banyak menyerap nilai-nilai atau norma yang tidak berlaku secara umum, ia akan cenderung berperilaku menyimpang. Terlebih jika sebagian besar teman-teman disekelilingnya adalah orang yang memiliki perilaku menyimpang, kemungkinan besar orang itu akan cenderung menyimpang.
Perilaku seseorang akan menyimpang, jika kada penyimpangan dalam dirinnya lebih besar daripada kadar perilakunya yang wajar atau perilaku yang umum yang diterima masyarakat.
Contoh :
Jika seseorang remaja bergauldengan teman-teman yang berpakaian kurang sopan di mata masyarakat, lambat laun ia akan terpengaruh melakukan hal serupa.
2)      Perilaku menyimpang karena anomie
Secara sederhana, anomie diartikan sebagai suatu keadaan dimasyarakat tanpa norma. Menurut Emile Durkheim, anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah, sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Ini terjadi pada masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai, tetapi nilai dan norma itu saling bertentangan. Yang terjadi adalah konflik nilai, bukan kesepakatan nilai. Masyarakat menjadi tidak mempunyai pegangan untuk menentukan arah perilaku masyarakat yang teratur. Gejala ini merupakan kenyataan dasar pada masyarakat modern.
Robert K. Merton menganggap anomie disebabkan adanya ketidak harmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara legal yang disepakati masyarakat untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Penyimpangan sosial terjadi ketika orang melakukan cara tak legal untuk mencapai tujuan budaya berdasarka lokasi penelitian Merton, yaitu Amerika Serikat, tujuan budaya yang dimaksud adalah mencapai kekayaan.
Menurut Merton ada 5 cara untuk mencapai tujuan budaya ini
a)      Konformitas, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati masyarakat dan berusaha mencapai tujuan tersebut juga dengan cara-cara yang legal dan disepakati masyarakat.
Contoh :
Seseorang yang ingin kaya berusaha untuk mewujudkan dengan cara meraih pendidikan tinggi serta bekerja secara keras dan halal.
b)      Inovasi, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati namun menolak untuk memakai cara-cara legal dan telah disepakati guna mencapainya, biasanya cara ini dipakai oleh mereka yang memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan budaya dengan cara-cara legal.
Contoh :
Seseorang ingin menjadi kaya, namun posisinya dikantor tidak memungkinkan untuk mendapatkan gaji besar. Akibatnya , ia memilih jalan pintas dengan melakukan korupsi agar menjadi kaya.
c)      Ritualisme, yaitu sikap menolak tujuan budaya namu tetap mempergunakan cara-cara yang legal dan telah disepakati untuk mencapai tujuan.
Contoh :
Seseorang yang berkeja bukan untuk memperoleh kekayaan melainkan hanya sekedar untuk memperoleh rasa aman semata.
d)     Retratisme, yaitu merupakan sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal yang telah disepakati masyarakat untuk mencapainya sebagai solusi, pelakunya memilih untuk berhenti maju dan mencoba.
Contoh :
Para peminum alcohol dan pemakai narkoba yang seolah-seolah berupaya untuk melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
e)      Pemberontakan, yaitu sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal untuk mencapainya, lalu mencoba untuk menciptakantujuan budaya yang baru.   
Contoh :
Kaum pemberontakan yang mencoba untuk memperjuangkan suatu ideologi dengan gigih melalui perlawanan bersenjata.

3)      Perilaku menyimpang karena differential association
Menurut Edwin H. Sutherland, pemyimpangan terjadi akibat adanya differential association atau asosiasi yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin tinggi derajat interaksi dengan orang yang berperilaku menyimpang, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang belajar bertingkah laku yang menyimpang. Dderajat interaksi ini bergantung pada frekuensi, prioritas, durasi, dan intensitas.
Contoh :
Seorang anak yang tinggal di lingkungan pencopet akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mempelajari cara-cara untuk melakukan pencopetan lewat teman-teman dan orang dewasa di lingkungannya dan pada akhirnya juga menjadi pelaku pencopetan.
4)      Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling)
Teori in menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yang disebut menyimpang. Bila kita member cap terhadap seseorang sebagai orang yang menyimpang, maka cap tersebut akan mendorong orang itu berprilaku yang menyimpang. Pendapat ini dikemukakan Edwin H. Lemert.
Mulanya, seseorang melakukan tindak penyimpangan primer yang merupakan perilaku menyimpang awal. Akibatnya, lingkungan memberi lebel sesuai tindakan itu, misalnya “tukang palak”. Sebgai tanggapan atas pemberian lebel ini, orang tersebut tetap melakukan tindak penyimpangan. Masyarakat pun semakin keras memberikan lebel. Lalu, mulai timbul rasa antipasti pada mereka yang memberikan hukuman dan kadar perilaku menyimpang menjadi semakin berat. Pada akhirnya orang yang tersebut akan menyesuaikan diri dengan “peran” yang diberikan masyarakat
b.      Sudut pandang biologi
Sebagian besar ilmuan abad ke-19 berpandangan bahwa kebanyakan perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor biologis, seperti tipe sel-sel tubuh. Sejumlah ilmuan seperti Lombroso, Kretschmer, Hooton, Von Henting, dan Sheldon melakukan berbagai studi yang menyatakan bahwa orang yang memiliki tipe tubuh tertentu lebih cenderung melakukan perbuatan menyimpang.
Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tipe-tipe dasar : endomorph (bundar, halus, gemuk), mesomorph (berotot, atletis), ectomorph (tipis, kurus) yang kecenderungan memiliki sifat-sifat dan kepribadian masing-masing. Misalnya, para pecandu alcohol dan penjahat umumnya mempunyai tipe tubuh mosomorph.
Kriminolog Italia, Casare Lombroso, berpendapat bahwa orang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang pipi panjang; kelainan pada mata yang khas; tangan-tangan; jari-jari kaki serta rahang relati besar; dan susunan gigi yang abnormal.
Para ahli ilmu sosial sangat meragukan kebenaran teori tipe tubuh. Meskipun ditunjang oleh berbagai bukti empiris, para kritikus menemukan sejumlah kesalahan metode penelitian sehingga ragu akan kebenarannya. Para ilmuwan lainnya menganggap faktor biologis secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku.
c.       Sudut pandang pesikologi
Teori psikologi berpandangan bahwa penyakit mental dan gangguan kepribadian berkaitan erat dengan beberapa bentuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang seringkali dianggap sebagai suatu gejala penyakit mental. Ilmuwan yang terkenal dibidang ini adalah Sigmund Freud. Dia membagi diri menusia menjadi tiga bagian penting sebagai berikut.
·         Id,bagian diri ysng bersifat tidak sadar, naluriah, dan implusif (mudah terpengaruh oleh gerak hati)
·         Ego, bagian diri yang bersifat sadar dan rasional (penjaga pintu kepribadian)
·         Superego, bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultural dan berfungsi sebagai suara hati.
Menurut Freud, perilaku menyimpang terjadi apabila id yang berlebihan (tidak terkontrol0 muncul bersamaan dengan superego yang tidak aktif, sementara dalam waktu yang sama ego yang seharusnya dominan tidak berhasil memberikan pertimbangan.
d.      Sudut pandang kriminoligi
1)      Teori konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut.
a)      Konflik budaya, terjadi apabila dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus yang masing-masing cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungklinan timbulnya kesepakatan nilai. Masing-masing kelompok menjadikan norma budayanya sebagai peraturan resmi. Akibatnya, orang-orang yang menganut budaya berbeda dianggap menyimpang. Berbagai norma yang saling bertentangan yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda itu akan menciptakan kondisi anomie. Pada masyarakat seperti ini, kelompok minoritas harus bertentangan (berkonflik) dengan kelompok mayoritas karena mereka dipaksa meninggalkan kebudayaan yang telah mereka anut sebelumnya
b)      Konflik kelas sosial, terjadi akibat suatu kelompok menciptakan peraturan sendiri untuk melindungi kepentingannya. Pada kondisi ini, terjadi eksploitasi kelas atas terhadap kelas bawah. Mereka yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap mempunyai perilaku menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat.
2)      Teori pengendalian
Kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya pengendalian diri dalam maupun dari luar. Pengendalian diri dalam berupa norma yang dihayati dab nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar berupa imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap tindakan penyimpangan. Dalam masyarakat konvensional, terdapat empat hal yang mengikat individu terhadap norma masyarakatnya.
a)      Kepercayaan, mengacu pada norma yang dihayati
b)      Ketanggapan, yakni sikap tanggap seseorang terhadap pendapat orang lain, berupa sejauh mana kepekaan seseorang terhadap kadar penerimaan orang konformis.
c)      Keterikatan (komitmen), berhubungan dengan berapa banyak imbalan yang diterima seseorang atas perilakunya yang konformis.
d)     Keterlibatan, mengacu pada kegiatan seseorang dalam berbagai lembaga masyarakat, seperti majelis ta’lim, sekolah dan organisasi-organisasi setempat.
Semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang akan salah satu pengikut tersebut, semakin kecil pula kemungkinan baginya untuk melakukan penyimpangan.

C. Perilaku menyimpang sebagai akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Proses sosialisai yang tidak sempurna dapat timbul karena :
a)      Nilai dan norma yang dipelajari tidak mengena dan kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang tidak memperhitungkan resiko yang terjadi.
Hal ini harus dimotori oleh orang-orang dewasa dalam berperan yang ideal. Orang tua maupun guru dapat berperan sebagai tauladan, sehingga anak-anak kelak dapat mencontoh apa yang telah dilakukan oleh seniornya. Beberapa hal yang merupakan penentu dalam sosialisasi ini antara lain:
1)      Peranan orang dewasa
Ø  Peranan orang dewasa yang gagal dalam mengakomodasikan sesuatu yang baik untuk kelancaran proses sosialisasi generasi muda tentunya akan berdampak negatif bagi pembentukan kepribadian seseorang yakni munculnya perilaku menyimpang dalam interaksi sosial.
2)      Peranan situasi lingkungan
Ø  Situasai lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan keluarga, teman sepermainan, lingkungan kerja, lingkungan sekolah, dan media massa. Apabila dalam situasi lingkungan tersebut seorang individu tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan proses sosialisasi secara efektif dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasikan, maka cenderung seseorang individu itu tidak dapat melakukan proses sosialisasi yang sempurna. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada anak proses untuk melakukan perilaku menyimpang.
·         Misalnya : anak yang selalu dikekang, diperlakukan tidak adil, kurang perhatian kasih sayang dia dan berusaha berontak, melawan dan melanggar norma.
3)      Peranan kesempatan sosialisasi
Ø  Apabila individu tidak mempunyai kesempatan dalam melakukan sosialisasi secara sempurna, baik di keluarga, sekolah ataupun lingkungan masyarakat, maka individu itu cenderung mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan masyarakat dan lingkungannya.
·         Misalnya : anak yang tidak memiliki kesempatan sekolah, maka dia tidak dapat mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan.

b)      Tidak sempurnanya proses sosialisasi dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang sudah pincang, artinya salah satu dari orang tua sudah tidak ada, atau bahkan kedua orang tua telah meninggal, maka keluarga itu menjadi tidak lengkap. Secara ideal keluarga itu harus ada ayah, ibu dan anak. Kasih saying dari orang tua bisa kita dapatkan dari ayah atau ibu. Namun mana kala satu dari mereka atau keduanya sedah meninggal atau bercerai maka hal ini tidak dapat kita peroleh lagi. Dengan demikian proses sosialisasi dalam keluarga menjadi tidak sempurna.

c)      Cacat bawaan, kurang gizi, gangguan mental atau kegoncangan jiwa.
Seorang anak yang menderita cacat badan dari lahir sudah barang tentu mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi secara wajar. Kondisi yang demikian sangatlah tidaklah menguntungkan manakala dia akan bermain dengan anak-anak normal. Akhirnya dia tidak berani bermain dan berkumpul karena takut tidak diterima.

D.    Perilaku menyimpang sebagai akibat proses sosialisai nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang (deviant sub culture)
·         Sub-kebudayaan yang menyimpang merupakan bagian kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai serta norma yang berlaku di masyarakat tertentu.
·         Misalnya pada masyarakat jawa : berbicara pada orang tua harus sopan, sementara dimasyarakat lain tidak masalah. Pada masyarakat Indonesia tidak menyukai minumman beralkohol, tetapi pada masyarakat yang berada di daerah berhawa dingin memperbolehkan. Di Indonesia kumpul kebo adalah hal yang tabu, namun di negara-negara barat ini tidak dilarang.
·         Oleh karena itu nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang merupakan produk dari Negara lain serta dari bangsa asing harus dihindari dan dijauhi karena akan berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku menyimpang dan warga masyarakat Indonesia.
·         Di masyarakat Indonesia yang Pancasilais dan ber-keTuhanan yang Maha Esa ada larangan untuk mengkonsumsi makanan tertentu karena diharamkan oleh agama. Inilah yang dimaksudkan sebagai sub-kebudayaan yang menyimpang.
»»  Selengkapnya...

Bahan Ajar Materi Media Sosialisasi

BAHAN AJAR

Media sosialisasi
Proses sosialisasi tidak dapat berlangsung secara otomatis. Sosialisasi dalam terjadi manakala terdapat media yang menjembatani seseorang dalam mengenal sistem nilai dan system norma yang ada dalam kehidupan nyata. Beberapa media yang berperan dalam membantu proses sosialisasi seseorang adalah keluarga, teman sepermainan, sekolah, lingkungan kerja, media massa, dan lain sebagainya.
1. Keluarga
Keluarga merupakan organisasi manusia yang terdiri ayah, ibu, anak, dan mungkin juga kerabat lain yang menjalankan fungsi dan perannya secara konstan. Keluarga merupakan organisasi masyarakat yang terkecil. Dalam lingkungan keluarga inilah seseorang untuk pertama kalinya mengenal sistem nilai dan sistem norma yang mengatur peri kehidupan melalui pergaulan hidup yang berlangsung sehari-hari. Tidak salah jika dikatakan bahwa keluarga merupakan tempat proses sosialisasi yang pertama dan utama. Secara naluriah, orang tua di dalam sebuah keluarga selalu mencurahkan perhatian kepada anak-anak mereka. Keluarga yang harmonis biasanya berhasil mengantarkan anak-anak menuju jenjang kedewasaan sehingga siap untuk terjun pada kehidupan yang sesungguhnya secara mandiri. Sebaliknya, keluarga yang broken home biasanya membuat anak-anak mengalami kekecewaan dan frustrasi sehingga mengalami kegagalan dalam menempuh hidup lebih jauh. Dalam hubungan ini Ki Hajar Dewantoro memberikan tiga
prinsip dasar dalam mendidik anak, yakni:
1. Ing Ngarso Sung Tuladha, yang berarti orang tua harus memberikan teladan yang baik
dan mulia bagi anak-anak.
2. Ing Madya Mangun Karsa, yang berarti orang tua harus membangkitkan segala potensi,
minat, dan bakat yang ada pada anak.
3. Tut Wuri Handayani, yang berarti orang tua harus sanggup memberikan motivasi atau
dorongan semangat bagi anak-anak mereka dalam meraih cita-cita hidup ke depan.
2. Teman Sepermainan
Teman sepermainan merupakan sekelompok orang dekat yang memiliki tingkat umur
yang sebaya dan di antara mereka sering terlibat dalam sebuah interaksi yang intensif. Biasanya teman sepermainan dijadikan ajang untuk saling nertukar pikiran, berbagi rasa, berkeluh kesah, dan berbagai macam penyaluran aspirasi lainnya. Di antara teman sepermainan sering terjalin hubungan cukup. kedekatan. Karena intensitas komunikasi yang cukup tinggi, maka teman sepermainan merupakan media komunikasi yang cukup berpengaruh bagi pembentukan kepribadian seseorang. Pada dasarnya teman sepermainan merupakan salah satu media sosialisasi yang sangat penting. Namun demikian lingkungan keluarga harus memberikan perhatian secara bijaksana karena disamping memberikan dampak positif teman sepermainan juga bisa memberikan dampak negatif bagi perkembangan anak. Dampak positif dari teman sepermainan dapat diperhatikan pada interaksi yang melibatkan potensi intelektual, emosional, dan bahkan spiritual sehingga perkembangan jiwa, semangat mandiri, aktivitas, dan kreativitas seseorang akan terpacu dengan baik. Namun demikian, jika karakter negatif lebih mendominasi lingkungan teman sepermainan tersebut kita harus mewaspadai timbulnya dampak negatif bagi perkembangan anak. Berkembangnya kehidupan geng dan klik di kalangan anak jalanan merupakan contoh dari pengaruh negatif teman sepermainan. Geng dan klik merupakan sekumpulan orang yang tidak memiliki sturktur organisasi secara formal namun memiliki pandangan dan kepentingan yang sama dan biasanya gemar membuat keonaran di masyarakat.

3. Sekolah
Sekolah merupakan sebuah lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara
formal. Di sekolah pula terdapat beberapa komponen yang memungkinkan terselenggaranya
proses pendidikan, yakni pelajar, pengajar, media belajar, lingkungan belajar, dan tujuan pembelajaran. Sedangkan pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan segenap
potensi, bakat, dan minat seseorang sehingga dapat berkembang menjadi manusia yang dewasa. Dalam hubungannya dengan proses sosialisasi setidak-tidaknya sekolah mengemban dua peranan yang sangat penting, yaitu:
(1)  memperkenalkan sistem nilai dan sistem norma yang berlaku di masyarakat sehingga terbentuk kepribadian seperti yang diharapkan, dan
(2) mengembangkan potensi para pelajar sehingga para pelajar memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam kehidupan nyata. Sekolah sangat berperan untuk mengantarkan para pelajar agar menjadi dirinya sendiri dengan baik.

Untuk itu sekolah mengemban beberapa fungsi seperti:
a.  Mengembangkan potensi para pelajar agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupannya kelak.
b. Mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan yang telah terbina secara tradisional sehingga akan tetap terjaga kelestariannya.
c. Membina para pelajar untuk menjadi warga negara yang baik, berjiwa demokratis, berwawasan kebangsaan.
d. Membina para pelajar untuk menjadi manusia-manusia yang berjiwa religius, yakni     manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Proses pendidikan yang diselenggarakan di sekolah akan berhasil secara maksimal apabila didukung oleh proses pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga dan dimasyarakat. Keluarga, masyarakat, dan sekolah merupakan tiga pusat pendidikan atau dikenal dengan istilah Tri Pusat Pendidikan yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan kepribadian seseorang.
4. Lingkungan Kerja
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, salah satu peranan sekolah adalah mengantarkan seseorang pada dunia kerja secara profesional. Melalui pendidikan di sekolah seseorang berhasil menjadi tentara, dokter, guru, jaksa, hakim, perawat, insinyur, pedagang, pengusaha, dan lain sebagainya. Pekerjaan seperti ini telah menuntut seseorang untuk selalu berada di lingkungan tertentu yang membedakan dengan lingkungan yang lain. Lingkungan pendidik berbeda dengan lingkungan militer, lingkungan pers, lingkungan rumah sakit, pasar, dan lain sebagainya. Karakteristik yang ada di lingkungan kerja lambat laun akan mengendap pada diri seseorang dan membentuk kepribadian yang khas. Itulah sebabnya terdapat perbedaan antara ciri-ciri seorang guru dengan ciri-ciri seorang tentara yang tegas dan disiplin, seorang dokter yang serius, seorang wartawan yang banyak bicara, seorang pedagang penuh perhitungan, dan lain sebagainya.
5. Media Massa
Seperti istilahnya, media massa merupakan sebuah media yang mengundang perhatian
orang banyak. Secara garis besar media massa dibedakan atas dua bagian, yaitu media cetak seperti buku, koran, tabloit, majalah dan media elektronik seperti radio, internet, film, dan TV. Media massa merupakan alat komunikasi yang sanggup menjangkau masyarakat luas. Apa yang dilihat, dibaca, dan didengar dari media massa membawa pengaruh bagi perkembangan intelektual, pengetahuan, dan bahkan kepribadian seseorang. Sesuai dengan daya jangkaunya yang amat luas, seseorang harus memiliki daya saring yang tangguh sebab tidak semua informasi yang disadap bersifat positif. Misalnya, berita dan tayangan yang bersifat liberalis sekuler tentu tidak akan sesuai bagi masyarakat yang memegang teguh tradisi religius. Namun secara umum media massa memegang tiga fungsi utama, yakni fungsi informasi, fungsi hiburan, dan fungsi pendidikan. dengan tiga fungsi seperti ini kehadiran media massa sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.

Secara sosiologis sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang mana seseorang belajar menghayati dan melaksanakan sistem nilai dan sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat di mana ia berada. Secara garis besar sosialisasi dibedakan menjadi dua macam jenis, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi skunder.
1. Sosialisasi Primer
2. Sosialisasi Skunder
Di dalam kehidupan sosial berkembang beberapa sistem nilai. Secara garis besar system nilai tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) sistem nilai yang berhubungan dengan benar dan salah yang disebut dengan logika, (2) sistem nilai yang berhubungan dengan baik dan buruk atau pantas dan tidak pantas yang disebut dengan etika, dan (3) sistem nilai yang berhubungan dengan indah dan tidak indah yang disebut dengan estetika.
Sosialisasi terjadi dalam beberapa tahapan, antara lain:
1. Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
2. Tahap Meniru (Play Stage)
3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalized Other)
Sosialisasi dalam terjadi manakala terdapat media yang menjembatani seseorang dalam mengenal sistem nilai dan sistem norma yang ada dalam kehidupan nyata. Beberapa media yang berperan dalam membantu proses sosialisasi seseorang adalah keluarga, teman sepermainan, sekolah, lingkungan kerja, media massa, dan lain sebagainya. Dengan adanya media ini, maka proses sosialisasi akan berjalan dan pada akhirnya
akan melahirkan kepribadian tertentu pada individu
Pola-pola sosialisasi
Sosialisaisi dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu :
1.      Sosialisasi represif, yaitu bentuk sosialisasi yang mengutamakan adanya ketaatan anak kepada orang tua. Dalam bentuk ini lebih menekankan adanya kepatuhan anak kepada orang tua sehingga komunikasi bersifat satu arah
2.      Sosialisasi partisipatif, yaitu bentuk sosialisasi yang mengutamakan partisipasi anak. Dalam bentuk ini, lebih menekankan adanya interaksi anak yang menjadi pusat sosialisasi dan kebutuhannya.









»»  Selengkapnya...

Bahan Ajar Materi Pengendalian Sosial

BAHAN AJAR


PENGENDALIAN SOSIAL
A.    PENGERTIAN
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat.
Pengendalian sosial berkaitan erat dengan norma dan nilai sosial. Bagi anggota msayarakat, norma sosial mengandung harapan yang dijadikan sebagai pedoman untuk berperilaku. Namun, masih ada  sebagian kecil dari warga masyarakat yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Pengendalian sosial merupakan mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma dan nilai yang telah melembaga.
Pengendalian sosial sangat sangat pentng dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila pengendalian sosial tidak diterpakan, akan mudah terjadi penyimpangan sosial dan tindakan amoral lainnya. Pengendalian sosial bertujuan untuk keserasian antara stabilitas dan perubahan-erubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pengendalian sosial berbeda dengan pengendalian diri. Pengendalian sosial mengacu pada usaha untuk mengendalikan pihak lain, sedangkan pengendalian diri tertuju pada diri pribadi sesuai dengan ide atau tujuan tertentu, yang detetapkan sebelumnya.

B.     CARA- CARA PENGENDALIAN SOSIAL
Jenis pengendalian sosial dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1.      Kompolsif (compulsion), yaitu situasi yang diciptakan sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat dan patuh pada norma- norma. Misalnya, seseorang yang melakukan tindakan criminal akan mendapatkan hukuman penjara.
2.      Pervasi (pervasion), yaitu penanaman norma- norma yang ada secara rutun dengan harapan bahwa hal itu dapat membudaya. Dengan demikian, orang tersebut akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan perubahan sikap sesuai dengan norma yang belaku.
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui cara berikut ini
1.      Sosialisasi
·         Dilakukan agar anggota masyarakat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan dan norma kepada anggota masyarakat deberikan melalui jalur formal dan informal secara rutin.
2.      Tekanan sosial
·         Perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok tersebut.
3.      Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal
·         Hal ini dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal dilakukan.

Cara- cara pengendalian sosial:
a.  Pengendalian sosial secara formal
1.      Pengendalian sosial melalui hukukman fisik
2.      Pengendalian sosial melalui lembaga pendidikan
3.      Pengendalian sosial melalui ajaran agama
b.      Pengendalian sosial secara informal
1.      Desas-desus (gossip)
2.      Pengucilan
3.      Celaan
4.      Ejekan


C.     FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Secara khusus fungsi pengendalian sosial adalah sebagai berikut.
a.       Untuk meyakinkan masyarakat kebaikan norma. Usaha itu ditempuh melalui pendidikan, baik didalam keluarga (informal), sekolah (formal), maupun didalam masyarakat (non formal). Pendidikan keluarga merupakan cara paling utama untuk menanamkan benih-benih dasar keyakinan terhadap norma bagi diri anak, terutama bagi anak yang masih kecil.
b.      Untuk mempertebal kebaikan norma. Hal tersebut dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan dongeng- dongeng yang berisi norma atau cerita tokoh atau pahlawan pejuang yang memiliki nilai- nilai terpuji.
c.       Untuk mempertebal keyakinan norma-norma masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan membandingkan kelebihan orma tertentu dengan masyarakat lain.
d.      Memberikan rasa malu
e.       Memberikan imbalan kepada warga
f.       Mengembangkan rasa takut
g.      Menciptakan sistem hukum


D.    SIFAT –SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
1.      Pengendalian resmi
Ø  Suatu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi, misalnya lembaga negara atau lembaga agama.
2.      Pengendalian tidak resmi
Ø  Pengendalian tidak resmi ini dilakukan demi terpeliharanya peraturan yang tidak resmi milik masyarakat.
3.      Pengendalian institusional
Ø  Pengaruh dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki institusi (lembaga) tertentu.
4.      Pengendalian berpribadi
Ø  Pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang-orang terntentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh  tersebut sudah dikenal.

Dua sifat umum pengendalian sosial :
a.       Preventif
Semua bentuk pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan kepada keserasian antara kepastian dan keadilan. Contoh: razia SIM,ibu mengingatkan agar putrinya tidak pulang larut malam, guru menegur siswanya ketika tidak mengerjakan tugas.

b.      Represif
Pengendalian sosial yang bertujuan untuk mengembelikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran. Contoh: denda terhadap pelaku pelanggaran, menskors siswa.







»»  Selengkapnya...