Senin, 28 November 2011

Sosiologi Terapan:Kenakalan Remaja Studi Kasus:Pembunuhan Siswa SMA Pangadiluhur Jakarta Dalam Perspektif Sosiologi Hukum

BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Kenakalan remaja saat ini merupakan salah satu fenomena social yang konkrit dalam masyarakat sekarang. Perilaku –perilaku menyimpang remaja yang merupakan peralihan dari masa anak anak menuju remaja yang nantinya menuju proses dewasa. Perilaku-perilaku menyimpang remaja pada saat ini telah mengarah banyak ke hal-hal yang mengarah ke tindakan kriminalitas. Faktor lingkungan yang kurang baik serta pola pdidik dari keluarga yang kurang baik sering kali memicu tindakan-tindakan yang memicu timbulnya criminal. Faktor kemiskinan dan tuntutan gaya hidup remaja sekarang juga ikut andil dalam factor pemicu tindakan kriminal di kalangan remaja saat ini. kemiskinan merupakan masalah sosial baik  di tingkat nasional maupun  regional  yang  perlu mendapatkan penanganan yang serius dari semua elemen masyarakat. Ada pandangan di kalangan ilmuwan sosial bahwa kemiskinan sebenarnya tidak lahir dengan sendirinya dan  juga bukan muncul tanpa sebab, tetapi kondisi ini banyak  dipengaruhi oleh struktur  sosial, ekonomi dan politik. Jon Sobrino (1993)  menelaah keberadaan  orang miskin  sebagai rakyat yang tertindas dalam dua perspektif. 
            Yang paling disorot adalah keluarga sebagai institusi pertama seorang anak mulai belajar bersosialisasi karena anak mendapatkan apa yang pertama mereka kenal seperi aplikasi dari penanaman nilai-nilai dan norma –norma yang bersifat sederhana. Alvin S Johnson (2006) menjelaskan fungsi keluarga sebagai lading terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama yang kompleks,terikat dan konsisten. Orrang tua memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-nilai keagamaan dapat diaplikasikan ,ditanamakn dengan pendekatan personal kepada anak.




            Dalam kajian yag akan diangkat dalam makalah ini adalah analisis tentang kenakalan remaja di kalangan pelajar SMA yaitu kasus pembunuhan pelajar SMA PANGUDILUHUR. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak ketika nilai-nilai dan norma hukum telah luntur jelas dikalangan remaja sekarang ini. Dalam hal ini terjadi karena adanya diintegrasi antat pihak satu dengan pihak yang lain sehingga terjadi ketidaksepahaman tujuan. Kondisi psikis remaja yang liar dan kurang labil merupakan salah factor pemicu terjadinya kekerasan pada remaja. Masalah hubungan antara bentuk masyarakat dan jenis-jenis hokum “Lambang kesetiakawanan social yang tampak dianggap sebagai kesetiakawanan yang sungguh,yakni sebagai suatu bentuk kemasyarakatn) itu hokum  (Durkheim :Division du Travail Sosial 1893).
            Dalam kasus ini,fenomena kenakalan remaja merupakan permasalahan yang kompleks dan perlu adanya solusi yang tepat dari masyarakat.Dalam kasus ini adalah jenis kejahatan criminal pembunuhan, Sudarsono (2004). Kejahatan pembunuhan dusebut pula dalam istilah bahasa Belanda  “Doodslag”. KHUP buu II Bab XIX pasal 338 merumuskan bahwa pembunuhan : “Barang siapa yang sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan pidana paling lama penjara 15 Tahun”.

  1. RUMUSAN MASALAH
A.    Kenakalan remaja dan tingginya tingkat kriminalitas
B.     Perilaku Individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari faktor Individual
C.     Disorganisasi sebagai sumber masalah
D.    Solusi dan tahapan-tahapan




  1. LANDASAN TEORI
1.      Teori Stratifikasi Fungsional dan Kritiknya
Teori stratifikasi fungsional yang  diungkapkan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore (1945) menjelaskan bahwa stratifikasi sosial juga merupakan fenomena universal yang sangat penting. Tidak ada masyarakat yang tidak berstratifikasi dan berkelas sosial.Stratifikasi adalah suatu keharusan fungsional. Faktor strata dan  kelas sosial juga menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik sosial dalam remaja. Faktor gengsi yang membuat remaja sekarang lebih mudah terpancing sehingga sering muncul konflik sosial diantara kelompok remaja-remaja seperti tawuran,perkelahian antar remaja sma.
2.      Teori Konflik Sosial
Teori- teori ini berpendapat bahwa manusia juga dibatasi oleh kemudahan yang dia miliki posisinya dalam struktur  ketidaksetaraan dalam masyarakat mereka. Ini menekankan penagruh perilaku dalam distribusi kemudahan yang tidak merata yang dalam masyarakat biasanya dikaitkan dengan teori struktural-konflik. Ada beragam struktur ketidaksetaraaan dimasyarakat. Ralf Dahrendorf dalam sub bab otoritas yang melekat pada posisi adalah unsure kunci dalam analisis Dahrendorf. Otoritas tersirat menyatukan superordinasi dan subordinasi artinya mereka berkuasa karena harapan orang-orang yang berada disekitar mereka,bukan karena cirri-ciri psikologis dari mereka





.
3.      Teori Thomas Hobbes
Rule (1988) menganalisis akar kekerasan melalaui pemikiran Thomas Hobbes. Hobbes berpendapat melalui pemikiranya ; hom homini lupus atau Man to Man is Arrant Wolf (Manusia adalah serigala bagi serigala lain). Hanya saja manusia menurut Hobbes masih memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengkalkulasi kekerasan. . Artinya,manusia menggunakan kekerasan untuk menghadaoi kompetensi self fish dan pertandingan zero sum.Ada kepentingan pribadi yang harus dimenangkan melalui kekuatan atas kepentingan orang lain.Kesadaran inilah yang menyebabkan kekerasan dipilih sebagai jalan stu satunya alat untuk memenangkan suatu kepentingan. Dalam kaitanya remaja,ambisi dalam memenangkan suatu keopentingan pribadi serta keegoisan dan arogansi itu lebih tinggi dibandingkan orang yang lebih dewasa.Kemampuan serta rasa keberanian yang memuncak serta tingkah laku yang tak terkontrol menyebabkan konflik atau crush dalam remaja sangat rentan terjadi.
4.      Teori Peranan sosial
Peranan sosial adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Seseorang dapat dikatakan berperanan jika ia telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya dimasyarakat. Ciri pokok yang berhubungan dengan istilah peranan sosial adalah terletak pada adanya hubungan-hubungan sosial seseorang dalam masyarakat yang menyangkut dinamika dari cara-cara bertindak dengan berbagai norma yang berlaku di dalam masyarakat. Peranan sosial seseorang lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya. Dalam pembahasan tentang aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat, Soerjono mengutip pendapat Marion J. Levy Jr., bahwa ada beberapa pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.Peranan tersebut seyogyannya diletakan pada anggota masyarakat yang dianggap mampu untuk melaksanakannya. Menurut Gandarsih dalam ungkapan menyikapi wanita dalam kemajuan jaman. Seperti halnya Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang bersifat progresif. Sebagaiman Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
5.      Teori Tindakan
Tindakan adalah segala aspek yang memiliki makna dibalik perlakuan atau kegiatan meskipun pelaku tidak berbuat atau melakukan sesuatu yang bermakna kepada orang lain  cakupan secara luas. Weber menyatakan ada dua macam teori tindakan mulai dengan memperkenalkan “makna” sebagai konsep teori tindakan dasar dan menggunakannya untuk membedakan tindakan dari perilaku yang dapat diamati. “ Perilaku manusia apakah internal atau eksternal, aktivitas, tidak berbuat atau pasif mengikuti sesuatu yang terjadi akan disebut “tindakan” jika dan selama actor melekat makna subjektif kepada perilaku tersebut. Pada titik peralihan pertama ini pendapat Weber tidak sama dengan teori tindakan komunikatif. Yang dipandang fundamental bukanlah relasi antar pribadi antara paling tidak dua subjek yang berbicara dan bertindak relasi yang merujuk kembali kapada tercapainnya pemahaman didalam bahasa-melainkan aktivitas bertujuan dari subjek yang bertindak sendiri-sendiri. Tercapainnya pemahaman dipandang sebagai fenomena derivative yang harus dijelaskan dengan bantuan konsep maksud yang diandaikan bersifat primitiv. Dengan demikian Weber beranjak dari model tindakan teleologis dan menspesifikan “makna subjektif” sebagai suatu untuk bertindak (prakomunukatif). Dan kemudian beranjak dari pengspesifikasikan teori tindakan ada syarat yang harus dipenuhi: (a) suatu orientasi kearah perilaku subjek lain yang bertindak, dan (b) suatu relasi refleksif orientasi tindakan resiprokal dari beberapa subjek yang bertindak.     



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Kenakalan remaja dan tingginya tingkat kriminalitas
Kenakalan remaja merupakan salah satu permasalahn yang sangat komplek terjadi saat ini. Karena dalam permasalahn ini menyangkut  institusi lembaga yang berperan penting dalam pola pendidikan seorang anak.yaitu lembaga keluarga dan lembaga pendidikan serta pengaruh pola sosialisasi yang disorganisasi.Keluarga adalah merupakan suatu yang terbentuk karena ikatan perkawinan (Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga,2006). Hilangnya kontrol sosial yang terdapat jiwa remaja seringkali memnjadikan boomerang untuk mereka .Contoh kasus Raafi adalah siswa SMA kelas III Pangudi Luhur. Pemuda 17 tahun tersebut tewas setelah ditusuk orang tak dikenal saat berada di klub Shy Rooftop, Kemang.Pavilion, Kemang, Jakarta Selatan. Sebelum sempat dirawat di rumah sakit,nyawanya sudah melayang tak tertolong. Kejadian penusukan tersebut terjadi pada Sabtu, 5 November 2011 dini hari.Ini merupakan contoh lunturnya nilai nilai dan norma norma sosial yang tak dipegang erta dan kurangnya penanaman nilai nilai dan norma hokum yang disampaikan oleh keluarga sejak dini. Dalam hal ini peran sentarl keluarga yang merupakan penerapan pola pendidikan primer (pertama kali) saat ini dinilai kurang memperhatikan aspek nilai nilai agama.
  1. Perilaku Individu sebagai masalah sosial yang bersumber dari faktor Individual
Sebagai mana untuk dapat mengidentikasi masalah sosial.maka perlu adanya kepekaan untuk melihat gejala-gejala sosial yang ada dalam masyarakat.Seperi halmya kita melihat Gejala-gejala sosial yang terjadi pada remaja-remaja kita saat ini.Fenomena tawuran,perkelahian samapi pembunuhan merupakan gejala sosial yang harus kita pekakan  dan kita analisi bagaimana persoalan yang terjadi dalam kasus remaja yang lebih komplek



dan sangat sensitive.Oleh karena itu setiap anggota masyarakat dan keluarga harus memiliki sikap kepekaan terhadap masalah-masalah tau gejala sosial yang terjadi disekitar kita sehingga mapu dicari solusi yang tepat guna menghindari  hal tersebut.Dan hal ini harus dimulai dari institusi  yang pertama kali diterapkan yaitu keluarga.
  1. Disorganisasi sebagai sumber masalah
Sebagaimana diketahui,konsep disorganisasi sosial itu muncul berkaitan denga proses dinamika kehidupan masyarakat. Setiap unsure masyarakat akan terlibat dalam perubahan tersebut.Proses tersebut membuat pola lama dalam kehidupan bermasyarakat sudah ditinggalkan dan tidak terpakai lagi sedangkan pola yang baru tak menentu.Adanya kecenderungan bahwa remaja lebih mudah mengalami disorganisasi dalam kelompoknya. Sehingga terdapat perbedaan visi dan tujuan tertentu dari masing masing anggota kelompok dari remaja tersebut.
A.    Solusi dan tahapan-tahapan Solusi dengan 4 tahapan
1.      Identifikasi masalah
-          Kenakalan remaja dan kaitanya dengan kriminalitas
-          Kasus pembunuhan pelajar SMA Pangudiluhur
2.      Diagnosis (pendekatan, personable approach ,system blame approach)
-          Teori Konflik Sosial
-          Teori Stratifikasi Fungsional
-          Teori Peranan Sosial
-          Teori Hobbes
-          Teori Tindakan
3.      Treatme ( pemecahan  masalah) cara  yang dilakukan rehabilitation, preventip(antisipasi), development(usaha mengembangkan individu)


A.    Potensi preventif terhadap remaja
1.      Penyuluhan kesadaran hokum terhadap anak remaja
-          Pengetahuan hokum
-          Pemahaman kaidah-kaidah hokum
-          Sikap terhadap norma-norma hokum
-          Perilaku hokum
B.     Motivasi anak untuk mematuhi hokum
Jika dipikirkan lebih lanjut,tampaknya ada beberapa faktor pendorong yang dipatuhi remaja untuk sdar hokum dalam masyarakat yaitu:
a.       Dorongan bersifat psikologis
b.      Dorongan untuk memelihara nilai-nilai yang luhur dalam masyarakat
c.       Dorongan untuk menghindari sanksi hukum.










BAB II
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Setelah dipahami dan di paparkan secara lebih dalam dapat disimpulkan bahwa ada suatu fenomena dan fakta tentang kenakalan remaja saat ini yang mengarah  pada kriminalitas sosial.Seharusnya keluarga yang merupakan lenbaga keluarga yang pertama kali seorang mendapatkan sosialisasi pertama perlu ditanamkanya nilai-nilai dan aspek=aspek agama yang sangat aplikatif sehingga nilai nilai itu akan terbawa saat si anak akan menginjak pada kedewasaan


B.     SARAN
Bagi para pembaca diharapkan agar lebih peduli terhadap fenomena yang ada pada masyarakat tentang kenakalan remaja yang saat ini banyak cenderung mengarah ke tindakan criminal.peran keluarga,masyarakt sekitar juga dirasa sangat perlu dalam mengatasi fenomena fenomena kenakalan remaja sengan cara melakukan sosialisasi,penyuluhan dan lain lain







DAFTAR PUSTAKA
Ritzer George Douglass J Goodman.Modern Sociology Theory.Kencana.Jakarta.2003
Johnson S, Alvin.Sosiologi Hukum.Rineka Cipta.Jakarta.2006
Bahri Djamarah,Saeful.Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluatga (Dalam perspektif pendidikan islam).Rineka Cipta.Jakarta
Sudarsono.Kenakalan Remaja.Rineka Cipta.Jakarta2004
Narwoko,J Dwi & Bagong Suryanto.Kenakalan Remaja
Soetomo.Masalah Sosial dan Upaya Pemecahnya.Pustaka Pelajar.Yogyakarta 2004
Susan,Novri.Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Kontemporer.Kencana.Jakarta .2009
Craib, Ian. Mulkam. Abdul Munir, dkk, 2002 Membongkar Praktik Kekerasan, Menggagas UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 Modern Social Theory, ed. Ke-2, Harvester-Wheatsheaf, 1992


»»  Selengkapnya...

Sosiologi Pendidikan:MAKALAH ASPEK PENDIDIKAN MASYARAKAT KELURAHAN BANDARHARJO KECAMATAN SEMARANG UTARA

BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan suatu lembaga dimana proses sosialisasi terhadap peserta didik itu terbentuk. Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan serta moral peserta didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi perubahan pengetahuan,sikap,kepercayaan,ketrampilan dan aspek aspek kelakuan lainya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakukan yang diharapkan oleh masyarakat.
Demikian pula kelompok atau masyarakat menjamin kelangsungan hidupnya melalui pendidikan. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya,maka kepada anngota mudanya harus diteruskan nilai-nilai,pengetahuan,ketampilan dan bentuk kelakuan lainya yang diharapkan akan dimiliki oleh setiap anggota.Dalam arti ini pendidikan dimulai dengan interaksi pertama individu itu dengan anggota masyarakat lainya.
Dalam makalah ini akan dideskripsikan bagaimana pola pendidikan dalam masyarakat daerah pinggiran (slum) di daerah pesisir Kelurahan Bandar Harjo, Kecamatan Semarang Utara.Bagaimana institusi pendidikan mampu berperan sentral sebagaimana mestinya.Bagaimana pendidikan menjadi salah satu agent of change dalam masyarakat tersebut.Latar belakang ekonomi sebagai salah satu faktor penghambat seorang anak tidak bisa mengenyam bangku sekolah.Hal ini juga menjadi suatu sorotan penting bagi masyarakat sehingga harus ada pemberdayaan SDM yang baik sehingga menjadikan suatu paradigma bahwa pendidikan adalah suatu alat untuk mengentaskan kemiskinan.
Mata pencaharian masyarakat pesisir Bandarharjo dimaksudkan dalam uraian ini adalah para nelayan tradisional yang oleh karena ketidakberdayaannya dalam segala aspek, baik materi, pengetahuan, maupun teknologi, menjadikan mereka miskin dan tertinggal. Tampilan realitas sosial masyarakat pesisir, menunjukkan gambaran tentang sebuah potret masyarakat yang relatif terbuka dan mudah menerima serta merespons perubahan yang terjadi. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kawasan pesisir merupakan kawasan yang sangat terbuka dan memungkinkan bagi berlangsungnya proses interaksi sosial antara masyarakat dengan pendatang.
Letak Lokasi Kajian dan Luas Wilayah
      Kelurahan Bandarharjo adalah salah satu dari sembilan kelurahan yang ada di Kecamatan     Semarang Utara, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan Kota Semarang.Kelurahan Bandarharjo mempunyai luas wilayah 342,67 ha, terletak di sebelah utara kota Semarang dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Sedangkandi sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Semarang Tengah,sebelah timur berbatasan dengan wilayah kelurahan Bandarharjo dan Kelurahan Panggung Lor. Sedangkan di sebelah barat, berbatasan langsung dengan kelurahan Tanjung Mas. Karena letaknya yang berbatasan langsung
dengan Laut Jawa, wilayah Kelurahan Bandarharjo dilewati dan menjadi dua muara dari sungai, yaitu Kali Asin dan Kali Baru. Topografi ini membuat Kelurahan Bandarharjo memiliki keunikan dan permasalahan yang khas yang tidak dimiliki oleh semua kelurahan di kota Semarang. Wilayah Kelurahan Bandarharjo telah dimanfaatkan sebagai pelabuhan perdagangan sejak dahulu. Hal ini dibuktikan dengan bangunan mercusuar yang telah ada sejak jaman
Kolonial Belanda. Karena adanya aktifitas perdagangan tersebut, maka lama kelamaan di sekitar pelabuhan tersebut terbentuk sekumpulan komunitas yang kemudian semakin berkembang dan sekarang menjadi wilayah kelurahan Bandarharjo.

PRANATA PENDIDIKAN

Pendidikan Luar Sekolah, sebagai trobosan dalam bidang pendidikan yang sangat diperlukan oleh masyarakat, terutama bagi remaja putus sekolah, terdapat di kelurahan Bandarharjo ini dalam bentuk Kejar Paket A bagi yang memerlukan ijazah SD, Kejar Paket B bagi yang memerlukan ijazah SMP, dan Kejar Paket C bagi yang memerlukan ijazah SMA. Selama ini telah meluluskan sekitar 1500 siswa. Seperti biasa, kendala dari pendidikan luar sekolah ini adalah masalah ekonomi untuk biaya sarana dan prasarana sekolah, yaitu honor tutor dan bukubuku.
Berbagai pelatihan dilakukan di Kelurahan Bandarharjo ini, diantaranya adalah pelatihan menjahit untuk ibu-ibu dan remaja putri. Tutor berasal dari Kelurahan Bandarharjo sendiri, dan telah meluluskan tiga angkatan, dimana tiap angkatan berjumlah sekitar 15 orang. Kendala dari pelatihan ini adalah keterbatasan mesin jahit. Di perusahaan-perusahaan konveksi umumnya sudah diberlakukan mesin jahit high speed, sedangkan pelatihan menjahit di Kelurahan12    Bandarharjo hanya menggunakan mesin jahit sederhana. Hal ini menghambat peluang masuk pada lapangan pekerjaan konveksi. Pelatihan lain yang sedang dilakukan adalah untuk bengkel servis handphone. Dalam hal ini Kelurahan Bandarharjo bekerjasama dengan Universitas Diponegoro (UNDIP). Mengingat wilayah Kelurahan Bandarharjo merupakan daerah pelabuhan,
maka diadakan pelatihan bengkel mesin kapal. Hal ini sangat bermanfaat untuk memberikan keahlian dalam hal perbengkelan kapal, yang banyak diperlukan oleh
kapal-kapal di pelabuhan Tanjung Mas.


B.     RUMUSAN MASALAH
Dalam masalah ini yang dijadikan obyek permasalahan adalah:
a.       Bagaimana peran pendidikan dalam lingkungan masyarakat tersebut.
b.      Apakah pendidikan di lingkungan tersebut berjalan dengan baik
c.       Bagaimana sekolah menjadi agen perubahan kebudayaan







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bagaimana peran pendidikan dalam lingkungan masyarakat tersebut.

Daerah pesisir Kelurahan Bandar Harjo, Kecamatan Semarang Utara. Mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan kecil. Peranan pendidikan dalam kehidupan sangat penting. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Demikian pentingnya peranan pendidikan, maka dalam UUD 1945 diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan, pengajaran dan pemerintah mengusahakan untuk menyelenggarakan suatu sistem. pendidikan nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.
Setelah melakukan observasi dilapangan bahwa peran pendidikan di Kelurahan Bandarharjo dirasa kurang adanya pemerataan yang menyeluruh. Hal ini ditunjukan banyaknya presentase anak putus sekolah


B.     Apakah pendidikan di lingkungan tersebut berjalan dengan baik
Dalam  kehidupan masyarakatnya,kebutuhan pendidikan dirasa sangat kurang. Hal ini dibuktikan dengan kurang sadarnya minat orang tua terhadap pola pendidikan anaknya. Hal ini sehingga menjadikan seoarang anak tidak dapat mengenyam pendidikan dengan baik sebagaimanna mestinya.Sehingga berimbas pada pola piker mereka yang masi primitive. Lingkungan alam merangsanag bentuk kelakuan tertentu.Dalam hal ini perlu adanya penekanan fungsi sekolah antara lain:
1.      Sekolah mempersiapkan anak untuk mendapatkan pekerjaan
2.      Sekolah memberikan ketrampilan dasar
3.      Sekolah memberikan kesempatan
4.      Sekolah menyediakan tenaga pembangunan
5.      Sekolah membantu memecahkan masalah-masalah sosial
6.      Sekolah mentransmisi budaya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek lingkungan pendidikan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara adalah:
a.      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
b.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
c.       Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
d.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
e.        Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
f.        Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.



C.     Bagaimana sekolah menjadi agen perubahan kebudayaan
Setiap bangsa ,setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dengan pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan  formal makin banyak dan makin tinggi makin baik kulaitas hidupnya. Bahkan diharapkan semua warga negara melanjutkan pendidikanya sepanjang hidup.Namun untuk daerah pesisr pantai di wilayah kelurahan Bnadarharjo Kecamatan Semarang Utarayang mayoritas berpenghasilan rendah.pendidikan menjadi prioritas dinomor duakan karena mereka beranggapan bahwa kebutuhan ekonomi dan kebutuhan hidup lah yang mereka butuhkan.Budaya masyarakt bantaran sungai yang keras dan pola piker masih primitf.merupakan faktor terhadap minat terhadap pendidikan masih rendah dimata mereka






BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini bahwa pendidikan dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan merupakan saling menunjang satu sama lain dalam proses intrenalisasi kebudayaan dan pola fikir. Dan ditegaskan lagi bahwa peran pendidikan di masyarakat pesisir masyarakat Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.  dirasa kurang karena faktor pola piker masyarakat yang masi rendah.
B.     SARAN
Perlu adanya sosialisasi dari pemerintah terhadap penerapan dan pemerataan sosialisasi pendidikan dan aplikasinya dalam masyarakat. 

»»  Selengkapnya...

Sosiologi Pedesaan dan Perkotaan:Beberapa ciri sosial kehidupan masyarakat kota

Pelapisan Sosial Ekonomi
Perbedaan tingkat pendidikan dan status sosial dapat menimbulkan suatu keadaan yang heterogen. Heterogenitas tersebut dapat berlanjut dan memacu adanya persaingan, lebih-lebih jika penduduk di kota semakin bertambah banyak dan dengan adanya sekolah-sekolah yang beraneka ragam terjadilah berbagai spesialisasi di bidang keterampilan ataupun di bidang jenis mata pencaharian.
Individualisme
Perbedaan status sosial-ekonomi maupun kultural dapat menimbulkan sifat “individualisme”. Sifat kegotongroyongan yang murni sudah sangat jarang dapat dijumpai di kota. Pergaulan tatap muka secara langsung dan dalam ukuran waktu yang lama sudah jarang terjadi, karena komunikasi lewat telepon sudah menjadi alat penghubung yang bukan lagi merupakan suatu kemewahan. Selain itu karena tingkat pendidikan warga kota sudah cukup tinggi, maka segala persoalan diusahakan diselesaikan secara perorangan atau pribadi, tanpa meminta pertimbangan keluarga lain.
Toleransi Sosial
Kesibukan masing-masing warga kota dalam tempo yang cukup tinggi dapat mengurangi perhatiannya kepada sesamanya. Apabila ini berlebihan maka mereka mampu akan mempunyai sifat acuh tak acuh atau kurang mempunyai toleransi sosial. Di kota masalah ini dapat diatasi dengan adanya lembaga atau yayasan yang berkecimpung dalam bidang kemasyarakatan.
Jarak Sosial
Kepadatan penduduk di kota-kota memang pada umumnya dapat dikatakan cukup tinggi. Biasanya sudah melebihi 10.000 orang/km2. Jadi, secara fisik di jalan, di pasar, di toko, di bioskop dan di tempat yang lain warga kota berdekatan tetapi dari segi sosial berjauhan, karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan.
Pelapisan Sosial
Perbedaan status, kepentingan dan situasi kondisi kehidupan kota mempunyai pengaruh terhadap sistem penilaian yang berbeda mengenai gejala-gejala yang timbul di kota. Penilaian dapat didasarkan pada latar belakang ekonomi, pendidikan dan filsafat. Perubahan dan variasi dapat terjadi, karena tidak ada kota yang sama persis struktur dan keadaannya.
Suatu hal yang perlu ditambahkan sebagai penjelasan ialah pengertian mengenai istilah “neighborhood”. Dalam pengertian “neighborhood” terkandung unsur-unsur fisis dan sosial, karena unsur-unsur tersebut terjalin menjadi satu unit merupakan satu unit tata kehidupan di kota. Unsur-unsurnya antara lain gedung-gedung sekolah, bangunan pertokoan, pasar, daerah-daerah terbuka untuk rekreasi, jalan kereta api, jalan mobil dan sebagainya. Unsur-unsur tersebut menimbulkan kegiatan dan kesibukan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, sesungguhnya “neighborhood” ini sudah tidak merupakan hal baru bagi kita. Dalam kota terdapat banyak unit atau kelompok “neighborhood”, karena “neighborhood” ini dibatasi oleh beberapa persyaratan tertentu, antara lain:
  • Lingkungan ini terbatas pada jarak pencapaian antara seseorang dengan toko atau sekolah, misalnya dapat dilakukan dengan jalan kaki.
  • Bila seseorang terpaksa harus memakai kendaraan, maka pekerjaannya tidak perlu melalui lalu lintas yang ramai dan padat.
  • Dari segi jumlah penduduk, maka satu unit “neighborhood” didiami oleh 5.000 sampai 6.000 orang. Untuk tempat-tempat di Indonesia angka ini tentu tidak akan sama dan mungkin akan menunjukkan angka yang lebih besar.
Sebuah unit “neighborhood” dapat terbentuk kalau terjadi jalinan dan interaksi sosial diantara warga kota sesamanya. Unit atau kelompok “neighborhood” ini dapat terjadi dengan sendirinya, tetapi dapat juga terjadi dengan suatu perencanaan pembangunan kota, yaitu dengan merencanakan daerah-daerah lingkungan kehidupan yang khusus dan memenuhi persyaratan praktis dan menyenangkan. Bertambahnya penghuni kota baik berasal dari dari penghuni kota maupun dari arus penduduk yang masuk dari luar kota mengakibatkan bertambahnya perumahan-perumahan yang berarti berkurangnya daerah-daerah kosong di dalam kota. Semakin banyaknya anak-anak kota yang menjadi semakin banyak pula diperlukan gedung-gedung sekolah. Bertambah pelajar dan mahasiswa berarti bertambah juga  jumlah sepeda dan kendaraan bermotor roda dua. Toko-toko. Warung makan atau restoran bertambahnya terus sehingga makin mempercepat habisnya tanah-tanah kosong di dalam kota. Kota terpaksa harus diperluas secara bertahap menjauhi kota.
Sumber:
Bintarto, R, Prof, Drs. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia; Jakarta
»»  Selengkapnya...